FENOMENOLOGI AGAMA
1.
Pengertian
- Fenomenologi berasal
dari kata Yunani Phainomenon yang berarti “gejala” dan Logos
yang berarti “ilmu”. Maka fenomenologi dapat didefinisikan sebagai ilmu
yang mempelajari gejala-gejala atau apa yang ditampakkan mengenai sesuatu.
Fenomenologi Agama dengan demikian merupakan suatu pola pikir yang
berusaha menjelaskan segala sesuatu yang ditampakan atau menjadi
gejala-gejala yang kelihatan dalam agama.
- Fenomenologi merupakan metode berpikir ilmiah
dengan latar belakang filsafat. Metode ini
dirintis oleh Husserl (1859-1938) dengan semboyan “Kembali kepada hal-hal
itu sendiri” (Zuruk zu den Sachen selbst). Prinsip tersebut
mengajarkan bahwa kalau kita ingin mengetahui sesuatu, kita jangan mencari
tahu dari apa kata orang tentang sesuatu itu, melainkan harus kembali
kepada hakikat dari sesuatu itu. Metode fenomenologi
berusaha menemukan makna asli dan dasariah dari sesuatu.
- Metode fenomenologi mengembangkan dua cara
pendekatan: pertama, fenomen diselidiki sejauh disadari secara langsung
dan spontan namun belum masuk dalam kesadaran itu sendiri. Kedua, fenomen
diselidiki sejauh merupakan bagian dari dunia yang dihayatai sebagai
keseluruhan (Lived world). Melalui dua langkah tersebut, segala
fenomen dan pengungkapannya (ilmiah atau sehari-hari) dianalisa dan
dibersihkan dari semua bentuk-bentuk penyempitan atau interpretasi yang
ada (epoche) sampai ditemukan hakekat asli dari fenomen tersebut (eidos), yaitu sebuah fenomen yang
selalu dan telah dialami namun tidak disadari karena tertimbun oleh aneka
interpretasi, teori-teori atau pendapat.
- Metode Fenomenologi digunakan juga untuk
mengurai fenomen-fenomen asli dalam agama, terlepas dari segala
interpreatsi, teologi atau dogma agama yang sudah merupakan perkembangan
dari fenomen asli agama. Beberapa pemikir yang mengetrapkan fenomologi
pada gejala agama yaitu:
1.
Rudolf Otto (1869-1937): Dalam
jiwa (budi) manusia terdapat struktur apriori rasional dan irasional. Struktur
apriori merupakan pola kausalitas atau hubungan sebab akibat yang terbentuk
dalam akal budi manusia. Akal mampu memikirkan hubungan kausalitas terhadap
segala sesuatu yang tampak oleh indera maupun yang tidak tampak. Oleh karena
itu, struktur apriori bersifat rasional yang berarti dapat dijelaskan oleh
pemikiran dan disertai bukti-bukti empiris. Selain itu, struktur apriori juga
melingkupi hal-hal yang irasional, yang terletak di bidang sense
(perasaan hati). Salah satu struktur irasional itu adalah kesadaran beragama (sensus
religiousus), yaitu kepekaan batin akan yang kudus atau yang ilahi. Sensus
religiousus memampukan manusia mengalami hal-hal duniawi sebagai tanda dari
yang ilahi. Pengalaman inilah yang akhirnya memunculkan
idea tentang ‘Allah’.
2.
Max Scheler (1874-1928):
Mendukung pendapat Otto, Scheler berpendapat bahwa sensus religiousus
merupakan kemampuan dasariah manusia yang berdiri sendiri dan tidak dapat
didekati oleh kemampuan insani lainnya seperti akal, kehendak, perasaan
estetika. Semua kegiatan rohani (cintakasih, seni, filsafat, teologi,
peribadatan, ritus muncul dari rasa keagamaan tersebut.
3.
M. Eliade: Kesadaran manusia
akan hierofani (penampakan dari yang kudus) merupakan pengalaman asli
atau dasar dalam diri manusia. Pengalaman itu oleh Eliade dinamakannya sebagai
‘pengelaman religius’.
2. Kepercayaan
dasar (basic trust)
- Pengalaman religius manusia muncul dari adanya kepercayaan dasar
dalam dirinya bahwa ada ‘sesuatu’ di luar dirinya yang lebih tinggi dari
manusia bahkan menjadi sumber hidup, mengatur kehidupan dan kepadanya
hidup terarah.
- Pengalaman religius tersebut, berkembang dinamis dalam pergaulan
dengan dunia. Dengan demikian pengalaman religius atau pengalaman beragama
selain bersifat natural (alami) namun juga berkembang melalui budaya
(cultural).
- Pengalaman religius bersifat subjektif sekaligus objektif.
Bersifat subjektif dalam arti pengalaman religius muncul dalam diri
personal atau kelompok yang belum tentu ada dalam diri irang lain atau
kelompok lain. Bersifat objektif dalam arti kebenaran pengalaman religius
benar adanya bagi orang atau kelompok yang mengalaminya namun tidak
berlaku secara universal atau bagi semua orang.
- Pengalaman religius personal yang kemudian menjadi pengalam
komunal (bersama) yang dipelihara terus-menerus diwujudnyatakan dalam berbagai
aktivitas peribadatan (ritual) dengan memasukan berbagai segi kehidupan
manusia seperti budaya, seni, tata tertib, bahasa, sastra dsb.
- Manusia merupakan makhluk religius (homo religiousus), hanya manusia yang memiliki kepercayaan
dasar dan pengalaman religius. Dalam sejarah kehidupan manusia, sejak lama
manusia memiliki kepercayaan akan “yang suci” atau “yang transenden” yang
selalu hadir dalam kehidupan manusia secara simbolis, misalkan batu besar,
pohon besar, peristiwa yang aneh, fenomena alam. Seluruh alam (cosmos) dapat menjadi pengungkapan
akan kepercayaan kepada “yang transenden” seperti matahari, bulan, angin,
air, api, gua, petir dsb.
- Segala sesuatu yang diyakini menjadi manifestasi dari kehadiran
“yang transenden” akan dikuduskan, dihargai atau masuk dalam ritual
keagamaan. Karena kepercayaan dasar bersifat subjektif-objektif namun
tidak universal, maka tidak semua fenomen atau benda-benda alam memiliki
nilai yang sama bagi semua orang atau keyakinan agama. Satu benda dapat
dipandang suci oleh agama tertentu, namun benda yang sama dapat bernilai
profan bagi kelompok lainnya.
- Yang transenden diyakini juga hadir bukan hanya dalam ruang namun
juga dalam waktu, sehingga munculah waktu-waktu yang dikhususkan atau
dikuduskan. Sakralisasi waktu disebabkan oleh ritus atau upacara keagamaan.
- Ritual keagamaan lebih berisi pengenangan atau pengaktualan
kembali dari yang transenden dalam hidup manusia. Dengan menghadirkan
kembali karya-karya yang transenden bagi manusia melalui berbagai ritus
diharapkan berkat yang sama hadir dan dinikmati oleh manusia yang
menjalankan ritus.
- Untuk mempertahankan kepercayaan dasar tersebut terutama untuk
mewariskan kepada generasi berikutnya, setiap kelompok kepercayaan
memiliki kisah-kisah hubungan manusia dengan yang transenden dibalik semua
ritus yang dimilikinya. Kisah-kisah tersebut menjadi unsur teoritis dari
kepercayaan dasar yang dalam perkembangan selanjutnya kisah-kisah tersebut
disebut sebagai mitos.
- Mitologi mengungkapkan kehadiran dari yang transenden melalui
simbol, konsep dan bahasa. Melalui mitos, manusia kuno memiliki suatu
kerangka acuan (frame of reference)
yang menjadi pegangan hidup dan memberikan penjelasan makna akan semua
ritus dan simbol-simbol yang digunakan. Mitos-mitos itu yang nantinya menjadi
ajaran agama dan teologi dari suatu kelompok agama.
- Fenomen-fenomen keagamaan tersebut mendapatkan istilah yang
beragam dari para ahli: Tyler menyebutnya dengan istilah animisme, Marret
dan Preuss (pra animisme), Durkheim (totemisme), Levy Bruhl (jalan pikir
pra logis), Lang dan Schmidt (monotheisme). Dalam perkembangannya, para
ahli menjadikan monotheisme sebagai kriteria fenomen kepercayaan dasar
untuk disebut sebagai agama.
- Fenomen-fenomen religius yang ada, tidak dapat dinilai dalam
kacamata agama tertentu atau berdasarkan pola pikir religius di zaman ini.
Pengalaman religius yang membentuk suatu kultur itu harus dilihat apa
adanya yang mengungkapkan kepercayaan dasar dan itu menjadi agama asli (originil religion).
- Kepercayaan dasar yang menjadi agama asli dalam perjalanannya
mengalami ketegangan seiring dengan perkembangan pola pikir manusia yang
dipengaruhi pemikiran filsafat, sehingga segala sesuatu dipertanyakan
serta digali dasar logisnya. Dua tegangan dihadapi oleh agama asli,
pertama antara kepercayaan dasar akan yang transenden dengan rasionalitas,
kedua, antara teisme dengan kosmo vitalisme. Kaum rasionalis berpikir
berdasarkan teori kausalitas, bahwa segala sesuatu ada hubungan sebab
akibat. Sementara itu dalam kepercayaan dasar tidak semua hal dapat
dijelaskan secara rasional atau memiliki hubungan sebab akibat.
- Konsep teisme muncul kemudian setelah agama-agama asli banyak
berkembang. Dengan demikian, pemikiran teisme tidak dapat menjadi norma
untuk menilai agama-agama asli. Semua harus dikembalikan kepada
kepercayaan dasar akan adanya sesuatu yang melebihi manusia dan mengatur
hidup manusia yang tersebar dalam aneka simbol kekuatan alam (cosmo vital). Melalui kepercayaan
dasar itu manusia berusaha memberikan penghormatan agar terjadi harmoni
hidup. Dalam pengertian sederhana, agama asli sudah mengarahkan diri
kepada teisme bahkan monoteisme, hanya saja mereka belum sampai pada
pemikiran bahwa yang mereka sembah dan hormati itu bernama ‘Tuhan’,
‘Allah’ atau istilah lain dalam agama modern.
- Menurut Rudolf Otto, Yang Transenden diyakini oleh agama asli
sebagai sesuatu yang menggetarkan atau menakutkan namun sekaligus dekat
dan menyatu dengan manusia (tremendum
et fascinosum).
- Yang Transenden diyakini terdapat dalam zat berpribadi tinggi dan
lebih luhur dari segala makhuk serta bersifat ilahi (teisme) dan hadir
tersebar di seluruh semesta ini (kosmovitalisme). Yang transenden kadang
menjadi objek pujaan, daya kekuatan yang dirayakan dalam ritus, dan
manusia berusaha mengintegrasikan diri kepadanya. Kadang manusia juga
ingin mengambil bagian dari daya yang transenden melalui tindakan-tindakan
magic (sihir).
****
3. Objek Agama
·
Objek Agama menyangkut: Yang Transenden atau Yang Kudus, Tempat suci
dan Waktu Suci.
·
Yang Transenden dalam sistem kepercayaan dasar diyakini sebagai ‘Yang
Kudus’ yang dijadikan sebagai objek agama.
Yang Kudus dimengerti sebagai yang terlindung dari pelanggaran atau yang
jahat, kekacauan dan kecemaran. Itulah yang dihormati, dimuliakan dan
diagungkan. Segala sesuatu yang berkaitan dengan Yang Kudus; tempat,
benda-benda, waktu, sikap, kebiasaan, tindakan akan dikhususkan dan mendapatkan
penghormatan tersendiri.
·
Yang Kudus biasanya dilawankan dengan yang profan (pro= terletak di
depan, fan=penampakan yang ilahi,
atau bukan kudus). Segala sifat yang bertentangan dengan Yang Kudus digolongkan
sebagai yang profan demikian juga segala tindakan, benda, kegiatan, kebiasaan
yang tidak ada hubungannya dengan Yang Kudus disebut profan. Yang Kudus merupakan
sesuatu yang par exxelence, tidak
boleh dan tidak dapat disentuh oleh yang profan tanpa mengakibatkan
hukuman.Yang profan dapat dikuduskan sejauh bertalian dengan Yang Kudus
berdasarkan suatu kepercayaan.
·
Konsep Yang Kudus: Agama Hindu mengajarkan bahwa Yang Kudus ada dalam Veda
(Pengetahuan suci), Brahman (realitas suci), Dharma (kewajiban suci) dan mokhsa
(Pembebasan). Veda merupakan kumpulan teks yang merupakan wahyu. Brahman
merupakan upacara-upacara suci atau tata cara peribadatan. Dharma merupakan
aturan atau norma yang menjadi hukum abadi yang dilihat sebagai prinsip dalam
memberikan patokan-patokan yang baik dan yang jahat. Mokhsa merupakan tujuan
akhir yaitu terbebasnya manusia dari berbagai ikatan sehingga yang ada hanya
kebenaran sejati. Buddha: Sang
Buddha diyakini sebagai kodrat kesucian tertinggi yang menjadi pola bagi semua
orang untuk mencapainya atau menjadi Buddha (Bodhisattva). Yang Kudus dicapai dengan Jalan Kebijaksanaan (anna) yang akan membawa orang pada
kebahagiaan, dan pembebasan dari penderitaan serta mencapai Nirvana. Jalan Kebijaksanaan ini dicapai
dengan latihan dan praktek. Tradisi Cina:
Yang Kudus diyakini sebagai dewa tertinggi yang ada di puncak pimpinan hirarki
dunia supernatural dan suci. Dewa tertinggi itu disebut T’ien. Daya atau
kualitas suci dari T’ien dinamakan Te yang diperoleh dengan cara istimewa dan
diberikan oleh T’ien. Te adalah kekuatan ilahi dan rajawi yang digunakan untuk
kebaikan rakyat dan negara. Untuk mendapatkannya diperlukan sikap kesalehan
putra (hsiao) yaitu sikap taat penuh
hormat seorang anak kepada orangtua dan leluhur. Tao menjadi jalan yang harus dilewati untuk mencapai tujuan yang
diatur oleh surga. Apapaun boleh dilakukan asalkan tidak melanggar jalan surga
itu. Bangsa Israel: Yang Kudus dalam
tradisi Israel dikenal dengan sebutan Yahweh. Yahweh dipahami sebagai Yang
Agung, Maha Tinggi, Maha Kuasa sehingga manusia tidak berarti di hadapannya.
Oleh karena itu, manusia tidak dapat bertemu atau berhadapan secara langsung
dengan Yahweh. Yahweh hadir melalui tanda-tanda alam: api, angin, kilat, gempa.
Yahweh berbicara dengan umat melalui nabi atau utusannya. Kendati demikian,
mereka percaya bahwa Yahweh selalu dekat dengan manusia. Keselamatan terjadi
bila manusia setia pada ikatan perjanjian antara Yahweh dan manusia (Vasal) yaitu, Yahweh menjadi Allah
Israel dan Israel menjadi umat Yahweh. Yahweh akan senantiasa melindungi
Israel, asalkan Israel setia kepada Yahweh.
·
Tempat Suci: Semua agama memiliki
tempat-tempat suci. Tempat itu menjadi suci karena dikhususkan bagi Yang Kudus
dan kegiatan bagi Yang Kudus. Hal ini yang menjadikan orang bertingkahlaku
berbeda dengan di tempat-tempat lainnya yang profan. Agama Tahiti, memiliki kuil-kuil yang dibedakan dalam 8 kelas: tiga
kelas berhubungan dengan kemakmuran masyarakat, dan lima lainnya berhubungan
dengan kehidupan pribadi (keluarga, leluhur, klan). Anggota kerajaan dianggap
sebagai kelas tertinggi dan sebagai penjelmaan dewa. Suku Ga di Pantai Gading Afrika Barat memiliki banyak dewa lokal.
Masing-masing dewa memiliki rumah/kuil, dijaga oleh seorang imam, dan dirawat
oleh satu atau beberapa woyei yaitu
petugas wanita yang dirasuki oleh dewa dan menyampaikan pesan kepada umat.
·
Benda benda Suci: Untuk keperluan
peribadatan dan simbolisasi dari “Yang
Kudus” setiap kelompok religius memiliki benda-benda yang disucikan karena
diyakini berhubungan dengan Yang Kudus. Benda-benda itu dapat berupa patung
untuk merepresentasikan dewa-dewi mereka, emas atau benda berharga lainnya
sebagai ungkapan persembahan, serta benda-benda lain yang dipakai dalam ritual.
Semua benda-benda yang sudah dimasukan atau dikaitkan dengan dewa-dewi akan
dijaga, dihormati dan ditempatkan pada tempat terhormat. Tidak semua orang juga
boleh menyentuh atau menggunakan benda-benda tersebut di luar ketentuan yang
disepakati.
·
Waktu Suci: Manusia religius mulai
secara khusus menyediakan waktu bagi rasa religiusitas mereka dan ini menjadi
waktu-waktu suci bagi mereka yang dipisahkan dari waktu biasa (profan). Dalam
sistem kepercayaan tradisional, waktu-waktu suci dipilih berdasarkan kesatuan
antara kepercayaan dasar akan Yang Transenden yang hadir dalam historis
kehidupan manusia dan fenomen kosmis. Oleh karena itu, waktu-waktu suci
disesuaikan dengan siklus hidup manusia seperti kelahiran, dan kematian. Waktu-waktu suci juga dikaitkan
dengan kehadiran dewa-dewi penguasa alam, sehingga waktu-waktu suci kadang
diselaraskan dengan musim-musim dalam dunia pertanian. Dari tradisi tersebut,
maka setiap kelompok kepercayaan memiliki waktu-waktu suci atau kalender
religius tersendiri.
·
Kosmos Suci: Manusia religius memiliki
pandangan kosmologis yang sudah diperhitungkan dalam sistem kepercayaan. Mereka
menghargai alam sebagai sarana bagi dewa-dewi untuk hadir dan menyampaikan
pesan bagi manusia. Oleh karena itu manusia tidak berani sembarangan
memperlakukan alam apalagi merusaknya. Harmoni antara manusia dengan alam
melukiskan harmoni hubungan manusia dengan dewa-dewi. Dalam Tradisi cina,
harmoni tersebut digambarkan dengan kesatuan Yin dan Yang. Pengaruh
timbal balik mereka menhasilkan segala sesuatu didunia. Dalam Kosmologi Buddha
semesta diyakini sebagai siklus atau perputaran dalam suatu evolosi. Setiap
siklus berbeda dan mengalami perkembangan. Dalam Hinduisme penciptaan merupakan
tindakan bermain (lila) Tuhan melalui
maya. Dunia fisik maupun psikis
terbentuk dari tiga unsur yaitu unsur baik dan buruk (sattva), unsur tindakan dan nafsu (rajas) dan unsur kegelapan dan kejemuan (tamas) dalam tingkatan yang bervariasi. Dari kombinasi tersebut
muncul 5 unsur asli yaitu eter, udara, api, air dan bumi.
·
Upacara Suci/ Ritus: Kepercayaan dasar akan Yang
kudus, tempat-tempat suci, waktu suci, alat-alat suci dan kosmos suci dipadukan
dalam bentuk upacara-upacara religius. Uapacara keagamaan atau ritus dilakukan
dalam rangka menjaga hubungan harmonis antara manusia dengan dewa-dewi agar
manusia senantiasa selamat. Oleh karena itu, ritus atau upacara diadakan
berkaitan dengan pengalaman hidup manusia seperti: Kelahiran, kematian, sakit,
inisiasi, bencana, perang, musim bertanam atau musim panen dsb.
*****
4. Agama dan Pengungkapannya
·
Mitos: Kata mitos berasal dari kata
Yunani muthos yang berarti cerita
atau apa yang diceritakan orang. Dalam pengertian lebih luas mitos berarti
suatu pernyataan, sebuah cerita ataupun alur dari suatu drama. B. Malinowski
membedakan mitos dari legenda atau dongeng. Menurutnya, legenda merupakan
cerita yang diyakini sebagai kenyataan. Dongeng merupakan kisah-kisah ajaib
yang terlepas dari ritus. Sedangkan mitos merupakan pernyataan atas suatu
kebenaran lebih tinggi dan lebih penting tentang realitas asali yang masih
dimengerti sebagai pola dan fondasi dari kehidupan primitif. Dengan demikian
mitos menjadi cerita yang masuk dalam wilayah religi dan menjadi bagian dari
suatu ritus, yang dibedakan dari cerita-cerita lainnya. Perbedaan Mitos dan Legenda: Mitos diceritakan hanya kepada
orang-orang yang sudah diinisiasikan dalam suatu kelompok religius tertentu dan
dilakukan di tempat yang khusus. Legenda diceritakan kepada siapa saja dan di
berbagai tempat. Pelaku dalam mitos adalah para dewa atau makhluk adikodrati
sedangkan dalam legenda pelakunya para pahlawan atau binatang ajaib. Mitos
bertujuan untuk mengubah atau membentuk kepribadian, hidup dan perilaku manusia
sedangkan legenda tidak bermaksud mengubah kehidupan manusia. Mitos berusaha
menjawab bagaimana suatu keadaan menjadi sesuatu yang lain; dunia kosong
menjadi berpenghuni; situasi chaos
menjadi cocmos; yang hidup menjadi mati; bagaimana manusia
menjadi beragam dsb. Fungsi Mitos: Mitos
dalam kehidupan religius menjadi sangat penting karena memiliki fungsi
eksistensial bagi manusia. Mitos menetapkan kepercayaan tertentu, berperan
sebagai kisah sejarah suatu upacara atau ritus tertentu, menjadi model tetap
perilaku moral dan religius. Dengan demikian, fungsi utama mitos adalah
mengungkapkan, mengangkat dan merumuskan kepercayaan; melindungi dan memperkuat
moralitas; menjamin efisiensi dari ritus; memberi peraturan-peraturan praktis
untuk menuntun manusia. Realitas Mitos:
‘Realitas’ mitos bersifat relatif. Malinowski:
Mitos bukanlah semata-mata cerita yang dikisahkan tetapi juga merupakan
kenyataan yang dihayati. Gustav Carl Jung:
masyarakat primitif tidak merekayasa mitos, melainkan menghayatinya. Mitos
merupakan kenyataan psikologis atau gambaran premordial menmgenai
ketidaksadaran kolektif. Mitos menjadi nyata sejauh mitos itu menghadirkan
kembali pola-pola yang diwariskan pada setiap manusia. Mirciea Eliade: Mitos merupakan penampilan penciptaan yang
menceritakan bagaimana segala sesuatu dijadikan atau memulai adanya. Realitas
mitos merupakan kenyataan suci dan kesucian merupakan satu-satunya kenyataan tertinggi;
kesucian menghadirkan dirinya sebagai sesuatu yang sama sekali berbeda dari
kenyataan biasa. Mitos menjadi sejarah suci yang berbicara tentang apa yang
diyakini terjadi. Namun karena menceritakan tentang para dewa, mitos selain
memuat kenyataan juga bermuatan misteri. Ragam
Mitos: Mitos penciptaan: menceritakan
penciptaan alam semesta yang sebelumnya sama sekali tidak ada. Mitos ini
melukiskan penciptaan dunia lewat pemikiran, sabda atau usaha dari pencipta
(dewa). Melalui mitos tersebut hendak diungkapkan bahwa dunia ini berasal
dari pencipta tanpa pertolongan siapapun
dari luar dirinya atau juga dari sesuatu sebelumnya yang pernah ada. Mitos kosmogonik: Mitos yang menciptakan
alam semesta melalui perantara atau sarana yang sudah ada. Mitos asal-usul: mengisahkan asal mula segala sesuatu. Mitos ini
mengakui adanya dunia namun ia mengisahkan sesuatu yang baru yang muncul di
dunia atau hal-hal yang menjadikan dunia berubah. Mitos mengenai dewa-dewi atau makhluk adikodrati: Mengisahkan bahwa
setelah mencipta Yang Maha Tinggi mengundurkan diri ke langit. Para dewa atau
makhluk kodrati ada yang bertugas melengkapi proses penciptaan, ambil bagian
atas pemerintahan di dunia, atau juga menetapkan tata tertib dunia. Mitos terjadinya manusia (antropogenik): Manusia
dicipta dari materi tertentu; dari lumpur (suku Yoruba Nigeria), dari batu
(mitos Indonesia dan Melanesia), dari tanah (Oceania), dari seekor binatang
(Asia Tenggara). Mitos Transformasi: cerita tentang perubahan keadaan dunia dan
manusia di kemudian hari.
·
Magi (Sihir): merupakan kepercayaan dan
praktek berdasarkan keyakinan bahwa manusia dapat mempengaruhi kekuatan alam
dan antar mereka sendiri dengan tujuan baik atau buruk melalui usaha-usaha
dengan memanipulasi daya-daya yang lebih tinggi. Magi primitif terbagi dalam
dua jenis: Tiruan dan sentuhan. Magi
tiruan didasarkan pada prinsip kesamaan atau keserupaan bentuk. Keserupaan akan
menghasilkan keserupaan. Misalnya: Menusukan jarum pada boneka yang diserupakan
dengan seseorang diharapkan membawa dampak yang sama pada orang yang dituju;
Orang membuat hujan dengan menirukan bunyi guntur; orang menorehkan gambar
hewan tertusuk panah di dinding gua dengan harapan seperti gambar itu pula hasi
perburuan mereka. Magi sentuh didasarkan pada hukum sentuhan fisik. Penularan
atau pengaruh magis terjadi melalui kontak fisik. Misalnya, seseorang dapat
mencelakai orang lain kalau dia dapat memperoleh sehelai rambut, sepotong kuku,
kain atau benda yang pernah bersentuhan dengan orang tersebut. Tipe Magi: Produktif (magi untuk
berburu, menyuburkan tanah, membuat hujan), Protektif (Mantera untuk menjaga
harta milik, untuk menanggulangi kemalangan, pemeliharaan dari sakit),
Destruktif (untuk mendatangkan badai, merusak milik, mendatangkan penyakit atau
celaka bahkan kematian). Magi dan Agama:
Kendati dalam prakteknya kerap tercampur, namun magi sama sekali tidak
berkaitan dengan agama. Magi tidak memohon pada kuasa yang tertinggi dan
bersembahsujud padanya. Kekuatan yang dimiliki oleh ahli magi sifatnya terbatas
dan tidak dapat menyamai Yang Maha Tinggi (Frazer). Magi bersifat personal
sedangkan agama bersifat sosial. Magi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
personal terlepas dari baik dan buruk sedangkan agama ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan personal dan sosial dalam suatu tatanan moral. Magi berusaha
mengontrol kekuatan-kekuatan di luar dirinya untuk keperluan pribadi, sementara
agama justru berusaha membangun harmoni dengan semua kekuatan-kekuatan yang ada
di luar diri manusia. Agama mencari pertolongan dari dewa-dewa dengan memohon
tetapi tidak dengan memerintah, magi meminta pertolongan dengan memaksa
kekuatan di luar dirinya. Magi menggunakan maksudnya untuk tujuan eksternal
(menyakiti, membunuh, menyembuhkan orang lain) sedangkan agama bertujuan lebih
ke internal (pembangunan sikap hidup personal atau sosial). Perbedaan Magi dan Agama Menurut Carl
Gustav Diehl:
a. Sikap Manusia: Agama
memperlihatkan suatu pikiran yang tunduk, magi memperlihatkan sikap yang
memaksakan dan mementingkan diri sendiri.
b. Hubungan dengan
Masyarakat: Agama adalah soal komunal atau bersama-sama sedangkan magi bersifat
individual.
c. Sarana: Magi menggunakan
obat-obatan atau materi yang diyakini memeiliki daya, sementara agama
menggunakan benda-benda untuk simbolisasi dari Yang Maha Tinggi.
d. Tujuan: Kedekatan dan
kesatuan dengan yang Ilahi menjadi tujuan agama. Magi bertujuan hanya untuk
pemenuhan kebutuhan hidup manusiawi.
e. Kepercayaan: Agama adalah
kepercayaan kepada sesuatu yang lebih besar dari manusia dan alam, magi adalah
pemujaan dan penguasaan terhadap daya-daya yang ada.
·
Ramalan: usaha untuk memperoleh
informasi mengenai hal-hal di masa mendatang yang luput dari dari pengamatan
biasa dengan meminta petunjuk dari daya-daya di luar manusia.
·
Sihir: Diyakini bahwa penyakit ada
yang bersifat kodrati ada yang karena ‘dibuat’ oleh pihak lain melalui
konspirasi jahat dengan roh-roh atau daya-daya di luar manusia yang dapat
menyerupai binatang, manusia atau bola api. Diyakini bahwa manusia dapat
menjadi penyihir kalau dilahirkan dengan dua hati.
·
Tenung: Praktek orang yang mencoba
menyakiti orang lain dengan magi disebut tenung. Yang biasa dilakukan penenung
adalah dengan mengubur objek tertentu seperti boneka, penggalian kubur dan
pengambilan bagian tubuh mayat, penguburan objek personal (foto, potongan kuku,
rambut, pakaian), pengucapan mantra di atas api membara atau lilin hitam. Semua
tindakan bisanya dilakukan malam hari.
*****
- Agama-agama di Dunia
·
HINDUISME: Agama Hindu merupakan agama
tertua di dunia (1800 SM di India) yang masih hidup sampai saat ini. Dewa/wi: Ada banyak dewa-dewi yang
dipuja dalam Hindu, namun yang terkenal adalah Brahman sebagai dewa atau Roh
tertinggi. Brahman dengan segala sifatnya hadir dalam sosok banyak dewa/wi.
Tiga dewa yang disebut trimuti yaitu
Brahma sebagai dewa pencipta, Shiva sebagai dewa perusak dan Vishnu sebagai
dewa pemelihara. Visnu yang paling banyak dipuja. Visnu diyakini hadir ke dunia
dengan berbagai avatar (wujud inkarnasi),
seperti Krishna (sapi), Rama (Pahlawan dalam Ramayana yang mengalahkan
Rahvana), Ganesha (Dewa gajah, putera dari Shiva yang melambangkan ilmu
pengetahuan, kepandaian dan kebijaksanaan. Digambarkan dengan satu gading utuh
dan satunya patah. Ini melukiskan kesempurnaan dan ketidaksempurnaan
manusia). Kepercayaan: Kehidupan manusia diyakini sebagai siklus yang tak
akan berakhir dari lahir, hidup, mati setelah itu orang akan terlahir kembali,
hidup dan mati. Inkarnasi akan mengalami perkembangan seturut dengan kehidupan
sebelumnya. Jiwa yang mengembara dari satu tubuh ke tubuh lain disebut Samsara. Bentuk inkarnasi tergantung
pada perbuatan sebelumnya (Karma)
hingga sampai pada kehidupan sempurna (Mokhsa).
Kasta: Atas pengaruh bangsa Arya,
dalam Hindu muncul kasta-kasta dan pemakaian bahasa Sansekerta. Munculnya kasta
berdasarkan riwayat Perusha sebagai manusia pertama. Saat Perusha dikurbankan,
empat warna tubuhnya menjadi bagian dari kasta. Kasta Brahmana (Putih) merupakan kasta tertinggi yang berasal dari
mulut Perusha. Yang tergolong kasta tersebut adalah para pendeta. Kasta Ksatria (Merah) berasal dari
lengan Perusha. Yang masuk dalam kasta ini adalah para tentara dan penguasa. Kasta Waisya (Kuning) berasal dari paha Perusha yang akan membentuk para petani
dan para pelaku bisnis. Kasta Sudra
(Hitam) berasal dari kaki Perusha yang melayani anggota badan yang lain. Para
buruh, pekerja menjadi bagian dalam kasta tersebut. Agama hindu tergolong
monoteisme. Mereka percaya satu Allah yaitu Brahman yaitu Roh mutlak yang tidak
dapat dijangkau dan dimengerti oleh manusia. Kitab Suci: Rig Veda yang terdiri dari: Sbruti (berisi puji-pujian kuno), Upanishad (memuat percakapan atau ajaran Guru terhadap murid), Smriti (berisi asal-usul manusia), Ramayana (berisi kisah Rama dan Shinta
yang menjadi sumber ajaran dan nasehat spiritual), Mahabbarata (Puisi kepahlawanan Pendawa melawan Kurawa).
·
YUDAISME: Agama Yudaisme berasal dari
tradisi Yahudi yang menjadi bagian dari Bangsa Israel. Populasi orang Yahudi terbesar
ada di Amerika (30% dari seluruh orang Yahudi). Umat Yahudi percaya bahwa
mereka adalah bangsa terpilih. Tokoh yang mereka hormati adalah Abraham dan
Musa. Abraham menjadi Leluhur yang menurunkan bangsa Israel melalui cucunya yaitu Yakub. Yakub memiliki
12 anak ayang nantinya menjadi 12 suku Israel. Yahudi (Jew) berassal dari nama salah satu suku Israel yaitu Yehuda (Judah). Sementara Musa diyakini sebagai
Leluhur yang membawa bangsa Israel keluar dari perbudakan di Mesir dan
menempati tanah yang dijanjikan Tuhan (Palestina saat ini). Kitab suci: TeNaKb yang terdiri dari
tiga bagian yaitu Taurat atau hukum,
Nabi-nabi atau Nevi’im dan Sastra
atau Ketuvim. Jenis Yudaisme: Yudaisme
Ortodoks: Menganggap diri mereka sebagai satu-satunya pemegang teguh iman
Israel. Yudaisme Konservatif: Muncul
th 1940 an yang memegang teguh semua tradisi iman namun tetap memberikan
kelonggaran untuk reformasi. Para orang yahudi di Amerika kebanyakan mengikuti
aliran ini. Yudaisme Rekonstruksi: Didirikan
di Amerika th 1920 an dengan menekankan penghayatan keyahudian dengan lebih
peduli kepada budaya daripada praktek yahudi atau kepercayaan agama. Yudaisme Hasidik: Meninggalkan penekanan
ortodoks dan menekankan tradisi spiritual dan mistis Yahudi dan pemimpin mereka
(Hasidik) memiliki karunia spiritual lebih dibandingkan para rabi. Yudaisme Reformasi: Muncul di Jerman th
1940 an yang mengajarkan bahwa setiap orang Yahudi bertanggungjawab terhadap
negara tempat mereka tinggal dan juga kepada iman Yahudi. Mereka menafsirkan
penghayatan iman Yahudi yang disesuaikan dengan perkembangan zaman.
·
BUDDHISME: Didirikan oleh Pangeran
Sidarta yang meninggalkan kesengan duniawi dan hidup mengembara dengan
meminta-minta sampai akhirnya dia mendapatkan pencerahan dan mencapai kehidupan
Nirvana. Kepercayaan: Empat kebenaran mulia: membebaskan diri
dari penderitaan, menjauhkan diri dari kesenangan dan uang serta kekuasaan,
menyingkirkan keinginan, mengambil jalan tengah antara askese dan hedonisme. Jalan berjalur Delapan: Mengerti empak
kebenaran dengan benar, Mencintai semua bentuk kehidupan, Berbicara yang benar,
berbuat yang benar, Mata pencaharian yang benar, Usaha yang benar dengan
mengusir pikiran jahat, Perhatian terhadap orang lain; Konsentrasi yang benar. Ajaran: Lima Aturan: Tidak boleh merusak atau membunuh makluk hidup, Tidak
boleh mengambil barang yang bukan miliknya, Tidak boleh menyalahgunakan seks,
Tidak boleh menggunakan kata-kata yang tidak pantas, Tidak boleh menggunakan
obat-obat terlarang dan alkohol. Nirvana:
Manusia akan mengalami samsara (lingkaran kelahiran, kehidupan dan kematian
tanpa akhir) sampai mencapai Nirvana (tempat kesejukan) dimana semua nafsu dan
keinginan, serta keserakahan dipadamkan.
Perbedaan dengan Hinduisme, Hindu mengajarkan jiwa bersifat abadi (atman) sementara dalam budda diyakini jiwa bukanlah
apa-apa kecuali hanya seberkas pengalaman yang lenyap pada saat kematian. Ktab Suci: Theravada: terdiri dari 3 bagian yang disebut Tripitaka yaitu
Vinaya Pitaka, Sutta pitaka dan Abbimdhamma Pitaka. Mahayana: Sabda Budda yang berisi ajaran Budda mennyangkut hidup
keseharian. Salah satu yang terkenal adalah Vimalakirti Sutra yang berisi ajaran tentang
seseorang yang berumah tangga tetapi hidupnya lebih suci daripada semua
Bodhisattva.
·
KRISTIANITAS: Kristianitas bersumberkan
kepada pribadi Yesus Kristus yang diyakini sebagai Allah yang menjelma menjadi
manusia. Yesus lahir di awal abad Masehi, dibesarkan di Nazareth Palestina
dalam tradisi Yahudi. Yesus membawa pengajaran baru yang lepas dari budaya dan
ajaran Yahudi. Orang-orang yang percaya kepadaNya kemudian disebut sebagai
orang kristen (xtianoi) atau pengikut Kristus. Mereka juga disebut kaum Nasrani
(pengikut Yesus orang Nazareth). Ajaran:
Kekristenan mengakui Monoteisme Allah, yang hadir dalam tiga pribadi yaitu
Bapa, Putera dan Roh Kudus. Pusat ajaran terdapat dalam Kitab suci, pribadi
Yesus dan semua ajaranNya. Yesus diyakini sebagai Allah yang menjadi manusia,
yang wafat disalib dan tiga hari sesudahnya dibangkitkan. Hidup Yesus dan semua
ajaranNya yang kemudian diajarkan dan disebarluaskan dan menjadi tradisi
tertulis yang kemudian menjadi Kitab suci. Kitab
Suci: Kitab suci orang kristen adalah Alkitab yang terdiri dari Kitab Suci
Perjanjian Lama dan Kitab Suci Perjanjian Baru. Dalam perjalanan sejarah setelah
terpecah antara Katolik dan Kristen Protestan, ada beberapa kitab yang diakui
dalam katolik tetapi tidak dalam protestan disebut kitab deuterokanonika. Perpecahan: Pusat Kekristenan pada
awalnya di Yerusalem dan kemudian pindah ke Roma seiring dengan invasi
kekaisaran Roma ke segala penjuru dunia. Para Rasul menjadi pemimpin Gereja
yang disebut sebagai Gereja Katolik Roma dan diteruskan oleh Para Paus. Th 1054
gereja Ortodoks memisahkan diri dari Roma. Tahun 1517 seorang Imam bernama
Martin Luther menempelkan 95 keluhan atau protes terhadap kondisi Gereka
Katolik pada saat itu yang bercampur dengan politik dan diwarnai parktek jual
beli berkat. Protes Luther yang melahirkan komunitas-komunitas gereja baru yang
lepas dari Gereja Katolik yang kemudian dikenal sebagai gereja Reformasi atau
Kristen Protestan. Setelah itu perpecahan terus terjadi saat ketidaksetujuan
atau ketidakcocokan muncul terhadap gereja katoli atau gereja-gereja kristen
yang ada. Beberapa tokoh Gereja Reformasi yang muncul setelah Luther adalah
Zwingli dan John Calvin. Selanjutnya bermunculah aneka Gereja Kristen dengan
berbagai nama seperti Gereja Anglikan, Gereja Baptis, Gereja Quaker, Gereja
Metodis, Gereja Bala Keselamatan, Gereja Kerasulan Baru, Gereja Pentakosta, dan
terus bertambah hingga saat ini.
·
ISLAM: Islam muncul pada abad VI di
wilayah Arab Saudi dengan dua tempat yang dianggap suci yaitu Mekah dan
Madinah. Kata ‘Islam’ secara harafiah berarti ‘menyerah’ dengan demikian orang
Islam adalah orang yang menyerahkan diri kepada kehendak Allah. Islam diyakini
menjadi jalan hidup yang diberikan oleh melalui utusanNya yaitu nabi Muhamad
SAW karena utusan-utusan terdahulu diabaikan oleh manusia. Umat Islam
menjunjung tinggi nabi Muhamad SAW sebagai utusan Allah terakhir dan terbesar sehingga
tidak boleh digambar atau dipatungkan supaya hanya kepada Allah saja umat
menyembah. Nabi Muhamad SAW lahir di Mekkah sekitar Th 570 dan dibesarkan oleh
pamannya Abu Talib. Nabi Muhamad SAW seorang yang saleh yang sering berdoa ke
padang gurun. Ka’bah pada saat itu menjadi tempat pemujaan berhala, terdapat
300 berhala dari batu, kayu dan tanah liat. Hal ini yang mengusik nurani Nabi
Muhamad SAW. Di tahun 610 beliau menerima pewahyuan dari Malaikat Jibril di
Gunung Hira dan semenjak itu beliau diangkat menjadi Rasul Allah. Pewahyuan itu
lah yang kemudian menjadi Al Qur’an (Surah 96 –Al ‘Alaq). Setelah itu Muhamad
SAW mewartakan pewahyuan tersebut bagi orang-orang Mekkah namun beliau mendapat
banyak tantangan. Tahun 622 beliau meninggalkan Makkah ke Madinah yang
diperingati sebagai Hijrah, dan kalender Islam dihitung berdasarkan peristiwa
hijrah tersebut. Orang-orang Madinah
menerima beliau dan pewahyuan. Tahun 629 bersama dengan orang-orang Madinah
yang sudah bertrobat Nabi Muhamad kembali ke Mekkah dan membersihkan Ka’bah
dari berhala-berhala serta mempersembahkannya sebagai tempat suci dan ibadah
bagi Allah. Beliau mengelilingi Ka’bah 7 kali dan menyentuh batu hitam suci dan
peristiwa ini dilakukan lagi saat umat Islam ber haji. Aliran Islam: Setelah Nabi Muhamad SAW wafat di tahun 632, muncul
persoalan mengenai pengganti beliau. Tradisi Islam menuliskan bahwa Sang Nabi
menghendaki saudara sepupu dan anak menantu yaitu Shi’at Ali menjadi
penerusnya, namun pengikut yang lain menunjuk Abu Bakar menjadi pengganti Sang
Nabi. Kelompok Abu Bakar menjadi kelompok Islam Sunni yang banyak tersebar ke
berbagai wilayah dunia termasuk Indonesia, sementara kelompok Shi’at Ali
menjadi kelompok Shi’it. Lima Rukun
Islam: Membaca syahadat, Salat, Zakat, Berpuasa dan Ibadah Haji.
·
SIKHISME: Didirikan di India (tepatnya di Pakistan) oleh Guru Nanak yang
menghormati Hindu dan Islam tetapi menganggap kedua agama itu telah mengaburkan
kebenaran tentang Allah. Hal itu berdasarkan pengalaman spiritual yang dialaminya
saat berusia 30 tahun. Ajaran Guru
Nanak: Ada satu Allah di dunia maupun di atas dunia, Ada putaran terus
menerus mengenai kelahiran dan kehidupan serta kematian, Tujuan akhir setiap
jiwa manusia adalah ditariknya kembali kepada Allah yang dariNya manusia
berasal, Orang yang ingin kembali kepada Allah harus hidup secara moral dengan
hidup rendah hati dan melayani orang lain. Aturan
(5K): Kesh adalah jenggot dan
rambut yang tidak dipotong yang melambangkan kesucian. Kirpan adalah pedang yang melambangkan kesediaan untuk berjuang
melawan tekanan fisik dan spiritual. Kangha,
sisir yang melambangkan kebersihan. Kara,
gelang baja di kanan kanan melambangkan kesatuan dengan Allah. Kachera, celana pendek tradisional yang
melambangkan kesiapsediaan.
·
KONFUSIANISME: Konfusius menjadi tatanan
moral atau etik yang dibuat oleh Fu-Tzu tahun 551-479 SM. Konfusius mengajarkan
bahwa surga dan bumi akan menjadi harmonis jika setiap orang mematuhi mereka
yang berada di atas dan membagi dengan mereka yang berada di bawah. Prinsip Yin
(feminim) dan Yang (maskulin) menjadi filosofinya.
·
TAOISME: Muncul di akhir abad pertama
Masehi. Tao secara harafiah berarti jalan. Tao diyakini sebagai kekuatan utama
dalam semesta, kekal dan tidak berubah. Tao hadir untuk menunjukkan jalan.
Prinsip Yin dan Yang juga menjadi filosofinya. Tegangan antara keduanya
memunculkan tiga hal yaitu surga, bumi dan manusia. Manusia menjadi penangah
antara surga dan bumi. Kehidupan terjadi karena adanya Ch’i yaitu daya
kehidupan. Maka meditasi, yoga dan latihan pernafasan diajarkan untuk tetap
menjaga Ch’i.
·
SHINTOISME: Berasal dari Jepang yang
berarti Jalan Para Dewa yang ditetapkan sekitar abad ke VI. Ibadat kami yaitu pemujaan terhadap para dewa
atau Roh menjadi sentral.
·
BAHA’I: Sayyid Ali Muhamad
(1819-1850) pendiri Baha’i memaklumkan dirinya sebagai nabi baru setelah
Muhamad. Dia meyakini bahwa ajaran semua agama telah digantikan oleh wahyu yang
tertulis dari Bahau’llah dan anak serta penggantinya.***
6. Agama dan Budaya
·
Manusia Mencipta Budaya: Manusia yang diberi budi dan
daya oleh Sang pencipta merupakan makhluk sosial. Dalam kehidupan bersama,
manusia membangun suatu kesepakatan akan perilaku sosial (social behaviour) yang diberi makna dan mengikat bagi semua orang
di lingkup tertentu. Kesepakatan akan perilaku sosial itu berkembang menjadi
budaya. Setiap kelompok manusia dapat membuat dan menentukan budayanya sendiri,
sehingga kita menjumpai adanya beragam budaya umat manusia hingga saat ini.
Budaya tercipta dalam suatu tempat, tradisi, dan berdasarkan suatu kepercayaan
tertentu.
·
Agama Lahir dalam Budaya: Sebelum agama atau sistem
kepercayaan lahir, manusia telah menghidupi suatu sistem perilaku sosial
bersama yang menjadi budaya. Oleh karena itu sistem kepercayaan yang kemudian
menjadi agama lahir dan hidup dalam suatu lingkup budaya tertentu. Oleh karena
itu, setiap agama akan memuat unsur budaya di tempat agama itu muncul serta
berkembang. Bahkan budaya itu dapat masuk dan menjadi bagian dalam sistem
kepercayaan atau agama. Beberapa agama besar dapat disebutkan di sini seperti
Hindu dan Budha datang dari India (abad V dan VI); Islam dari Arab lewat India
di abad XIII; Kristen dari Palestina lewat Eropa di abad XII; Kong Hu Cu dari
Cina; Shinto dari Jepang; Sikh dari Pakistan; Yahudi dari Palestina (Israel).
·
Budaya untuk Mengkonkretkan
Iman: Iman
pertama-tama menyangkut hubungan manusia dengan Allah. Namun manusia tidak
hidup sendirian melainkan dalam masyarakat yang sudah memiliki suatu sistem
kehidupan atau budaya. Kehidupan sosial dan budaya merupakan penghayatan hidup
manusia secara konkret. Iman lahir dalam konteks budaya agar iman menjadi
konkret bagi kehidupan manusia secara personal ataupun komunal. Iman yang
konkret selalu menyangkut hidup yang konkret dan tidak dapat lepas dari
masyarakat serta kebudayaan yang dimilikinya. Kendati demikian, tidak semua
budaya dapat dimasukan atau menyatu dengan iman. Hanya budaya-budaya tertentu
yang dianggap cocok untuk mengungkapkan suatu keyakinan adikodrati yang
dimasukan dalam keagamaan dan hal itu dinamakan inkulturasi.
·
Budaya membentuk Pluralisme:
Pewahyuan
Tuhan yang diterima setiap agama ditangkap dalam konteks budaya tertentu. Tuhan
mengkomunikasikan diriNya kepada manusia melalui bahasa dan kehidupan manusia
yang real agar manusia mampu menangkap kehendakNya. Pewahyuan Tuhan berkembang
dalam sistem kepercayaan agama yang dihidupi melalui kebudayaan manusia. Dengan
demikian, budaya membentuk kenekaragaman sistem kepercayaan selain budaya itu
sendiri memang sudah beragam. Kemahakuasaan Tuhan tidak terkurangi oleh pluralisme
agama dan budaya. Justru melalui perbedaan budaya dan sistem kepercayaan
kemahakuasaan Tuhan menjadi semakin nyata.
·
Agama menjadi Budaya
Spiritual: Agama
memang lahir dalam suatu budaya tertentu, namun agama sendiri telah membentuk
suatu budaya baru yang bercirikan spiritual. Dari waktu ke waktu, penghayatan
iman orang beragama akan selalu disesuaikan dengan perkembangan zaman dan
budaya. Agama memiliki sistem kepercayaan dan pengungkapan yang dipertahankan
terus-menerus melewati perjalanan waktu dan menjadi suatu sistem budaya
spiritual. Dalam seluruh dinamika perjalanannya, ada aspek-aspek budaya yang
semula menjadi bagian dari agama dihilangkan karena sudah tidak relevan lagi
namun ada juga hal-hal baru dari budaya yang dimasukan dalam sistem penghayatan
agama. Aneka hasil budi dan daya manusia yang sering masuk dalam sistem
keagamaan adalah sastra, seni lukis, seni tari, drama atau teater, puisi, musik
dan lagu, pahat, kaligrafi juga dalam seni arsitektur, dsb.
·
Tantangan: Agama perlu mengkritisi
budaya dan tidak memasukan semua budaya dalam khazanah agama. Budaya yang
sesuai dalam sistem kepercayaan akan membantu penghayatan iman, sebaliknya yang
tidak sesuai justru akan mengganggu. Budaya menjadi bungkus dari sistem
kepercayaan, oleh karena itu budaya tidak dapat diperlakukan sama dengan inti
agama atau sistem kepercayaan.
******
7. Agama dan Moral
1. Manusia
sebagai dalam hidup bersama dengan orang lain membuat suatu kesepakatan yang
mengikat kehidupan bersama. Kehidupan bersama diatur dalam tatanan bersama
dengan mengesampingkan kepentingan individu. Setiap orang agar dapat diterima
dalam kehidupan bersama harus hidup dalam tatanan itu. Tatanan itu menjadi
norma yang memuat nilai baik atau buruk dan itulah yang menjadi tatanan moral
yang akan diwariskan turun menurun. Karena setiap pribadi dapat hidup dalm
berbagai kelompok dengan demikian ada banyak tatanan moral: adat, agama,
pendidikan, olahraga dll.
2. Selain
tatanan sosial yang menjadi unsur moralitas, setiap pribadi juga mengembangkan
moralitasnya sendiri berdasarkan basic yang ia miliki. Latarbelakang keluarga,
hidup keagamaan, pendidikan, pergaulan akan mempengaruhi ketajaman daya
moralitas seseorang dalam menilai perilakunya sendiri.
3. Istilah Moral
berasal dari kata latin “mos” (moris), yang berarti adat istiadat, kebiasaan,
peraturan / nilai-nilai atau tatacara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan
kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau
prinsip-prinsip moral
4. Nilai-nilai moral
itu seperti :Seruan untuk berbuat baik terhadap orang lain, memelihara
ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain.Larangan
mencuri, berzina, membunuh, minum-minuman keras serta berjudi.Seseorang dapat
dikatakan bermoral apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan
nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya.
5. Dengan
demikian Moral adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, baik itu
akhlak, kewajiban dll; Merupakan derajat kebebasan dari hambatan – hambatan
dalam kegiatan untuk menuju tujuannya; Derajat kebebasan individu
untuk bertindak, berinteraksi, menguatkan harapan dan menunjukkan perilaku –
perilaku menuju tujuan, dibatasi oleh perilaku yang benar.
6. Kata moral memuat
beberapa pengertian: 1. Menyinggung
ahklak, moril, tingkah laku yang susila. 2. Ciri-ciri khas seseorang atau
sekelompok orang dengan perilaku pantas dan baik. 3. Menyinggung hukum atau
adat kebiasaan yang mengatur tingkah laku.
7. Berdasarkan
(Kohlberg, 1980) penalaran moral dibedakan menjadi : Pra-konvensional: Ukuran benar dan
salah berdasar objek di luar individu , terdiri 2 stadium : Konvensional,Mendasarkan pengharapan
sosial, yaitu perbuatan dinilai benar bila sesuai dengan peraturan yang ada
dalam masyarakat. Dan Post-konvensional, Memandang aturan – aturan
yanga da dalam masyarakat tidak absolut, tetapi relatif, dan dapat diganti oleh
orang lain.
8. Ketiga tingkatan
terbagi dalam 6 stadium, yaitu: 1). Orientasi patuh dan taat
hukuman
Tingkah laku dinilai benar bila
tidak dihukum dan salah bila perlu hukuman. Seseorang harus patuh pada
otoritas karena otoritas tersebut berkuasa.2). Orientasi naif egoistis/hedonisme
instrumental. Mendasarkan pada orang lain atau kejadian di luar
diri individu, namun sudah memperhatikan alasannya perbuataanya, misal mencuri
dinilai salah, tetapi masih bisa dimaafkan bila alasannya adlah untuk memenhi
kebutuhan dirinya atau orang lain yang disenangi. 3). Orientasi
anak/person yang baik. Anak menilai perbuatan itu baik bila ia dapat
menyenangkan orang lain, bila ia dapat berbuat seperti apa yang diharapkan oleh
masyarakat. 4). Orientasi pelestarian otoritas dan aturan social.Anak melihat
aturan sosial yang ada sebagai sesuatu yang harus dijaga dan dilestarikan.
Seseoarang dinilai bermoral bila ia “ melakukan tugasnya” dan dengan demikian
dapat melestariakan aturan dan sistem sosial. 5).
Orientasi kontrol legalistic.Peraturan pada masyarakat merupakan kontrol/perjanjian
antara diri rang dan masyarakat. Individu harus memenuhi kewajiban –
kewajibannya, tetapi masyarakat harus menjamin kesejahteraan indiidu. Peratutan
dalam masyarakat subyektif. 6). Orientasi prinsip dan
konsensia sendiri. Peraturan dan norma
subyektif, batasannya adalah subyektif dan tidak pasti. Maka ukuran nilai
tingkah laku moral konsensia orang sendiri.
9.
Perkembangan Moral (Moral Development), merupakan perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi
tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan
orang lain. Berkaitan dengan perkembangan moral, para pakar menunjukan 3 hal
yang perlu diperhatikan: Bagaimana remaja mempertimbangkan atau memikirkan
peraturan-peraturan untuk melakukan tingkahlaku etis? (Pertimbangan/pemikiran
moral. Bagaimana remaja bertingkahlaku dalam situasi moral
yang sebenaranya? (Perilaku moral). Bagaimana perasaan remaja mengenai masalah
moral? (Perasaan moral).
10. Nilai-nilai agama yang diyakini mengatur hubungan
manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia sarat dengan pesan moral yang
menjadi norma personal dan komunitas agama itu. Namun pendalaman moral agama
tergantung pada perhatian dan penghayatan pribadi terhadap ajaran agama yang
diyakini.
****
tolong dikasih referensinya?
BalasHapus